Thursday, October 16, 2014

WAJAH KOPERASI INDONESIA SAAT INI

Koperasi di Indonesia

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).

Sejarah Koperasi di Indonesia

Logo Gerakan Koperasi Indonesia (1960an-2012)
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1.      Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2.      Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3.      Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Mengantisipasi perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran kehidupan berkoperasi
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat.[8] Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sekaligus membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara Belanda).

Geliat Koperasi Indonesia

KOPERASI di Indonesia berperan strategis dalam menggerakkan denyut nadi perekonomian masyarakat serta pembangunan nasional.
Peran dan fungsi koperasi tidak hanya sebatas aktivitas ekonomi, tetapi juga sebagai manifestasi semangat kolektif, kebersamaan, dan prinsip keadilan yang berakar pada masyarakat kita, yaitu gotong royong. Selain itu, model bisnis koperasi merupakan manifestasi konstitusi, yakni UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, yang menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menjadi tugas kita bersama dan segenap elemen bangsa untuk terus memajukan perkoperasian di Indonesia.
Saat ini koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua tantangan utama. Pertama,peningkatan kualitas kelembagaan dan manajemen unit koperasi. Kedua, daya saing unit koperasi juga perlu terus ditingkatkan dan tidak hanya berperan di tingkat nasional, tetapi juga berkelas dunia. Penguatan kedua hal ini akan menambah jumlah koperasi yang mampu berkiprah di kawasan ASEAN. Adapun di dalam negeri akan semakin menguatkan modal sosial (social capital).
Di sejumlah negara Skandinavia, jaringan keanggotaan koperasi terbukti mampu meredam munculnya risiko konflik sosial karena semangat kebersamaan, kekeluargaan, serta keadilan yang mengikat individu maupun anggota badan usaha. Dari sisi kelembagaan, hadirnya UU No 17 Tahun 2012 telah memberikan dasar penguatan manajemen dan kemajuan koperasi di Indonesia. Di dalamnya diatur prinsip-prinsip pendirian, pengelolaan, pengawasan sampai peran Dewan Koperasi Indonesia dan pemerintah untuk meningkatkan peran strategis koperasi.
Sebagai unit usaha, koperasi memerlukan dukungan agar mampu lebih berdaya saing dan dikelola secara modern berdasarkan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan. Dengan demikian koperasi akan mampu berperan penting seperti halnya bentuk usaha lain seperti BUMN maupun perseroan. Melalui penguatan kelembagaan dan pembaharuan ketentuan perundang-undangan yang mengatur koperasi, kita berharap koperasi akan memainkan peran yang jauh lebih strategis dalam sistem perekonomian nasional. Sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Prancis, Inggris, dan Spanyol dapat menjadi benchmark kita untuk memajukan sektor perkoperasian.
Bahkan menurut International Co- Operative Alliance (ICA), terdapat sejumlah negara dengan kontribusi koperasi dalam produk domestik bruto( PDB) cukup besar, bahkan dapat di atas 10 persen, seperti Finlandia, Swiss, Selandia Baru, Norwegia, dan Belanda. Eropa berhasil menempatkan koperasi sebagai entitas usaha bersama yang memegang peranan penting dalam perekonomian negara. Taruhlah contoh dua bank terbesar di Eropa saat ini milik koperasi, yakni Credit Agricole di Prancis dan Rabobank di Belanda.
Bahkan Rabobank Group telah menjadi penyedia layanan keuangan global saat ini dan tersebar di berbagai negara, bersanding dengan bank-bank global seperti ANZ, Citibank, HSBC. Koperasi-koperasi seperti Credit Agricole, Rabobank, SGroup (Finlandia), MD Foods dan Danish Crown (Denmark), The Irish Dairy Board (Irlandia), Kerry Group (Irlandia), Friesland Dairy Foods (Belanda), dan NH Group (Korea Selatan) telah memainkan peran sangat strategis, khususnya di sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti perkebunan, pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Sekitar 70–90 persen mata rantai terkait dengan kebutuhan pangan dan sektor jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak disediakan koperasi-koperasi ini. Sebagian di antaranya telah menjelma menjadi raksasa ekonomi yang memiliki pengaruh besar dalam struktur ekonomi politik tidak hanya di negara asalnya, tetapi juga dunia. Penguatan koperasi dalam sistem perekonomian nasional juga dilakukan melalui pembangunan kesadaran masyarakat. Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi telah dicanangkan sejak 2010 dan sampai saat ini telah berkontribusi pada peningkatan jumlah koperasi di Tanah Air.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat kenaikan sebesar 17,4 persen jumlah unit koperasi dari tahun 2009 yang tercatat sebanyak 170.411 unit menjadi 200.808 unit pada Juli 2013. Sementara dari sisi jumlah keanggotaan, terdapat kenaikan 18,8 persen dari 2009 yang tercatat anggotanya sebanyak 29,2 juta orang bertambah menjadi 34,7 juta orang. Dengan jumlah anggota sebanyak itu, kini volume usaha koperasi di pertengahan 2013 telah mencapai Rp115,2 triliun atau tumbuh double digit,12,09 persen, dari 2012.
Kenaikan jumlah, baik dari sisi unit koperasi, jumlah keanggotaan maupun volume usaha, menunjukkan koperasi telah memainkan peranan yang strategis dalam sistem perekonomian nasional. Pemerintah terus mendorong revitalisasi peran dan kebangkitan koperasi nasional untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berkeadilan. Melalui sejumlah program (termasuk menyediakan akses permodalan melalui KUR dan LPDB), pemerintah memfasilitasi pertumbuhan koperasi agar dapat menjadi entitas usaha yang kuat dan berkontribusi besar bagi proses pembangunan yang sedang berjalan.
Selain itu, intensifikasi serta ekstensifikasi penyuluhan dan pelatihan manajemen serta sistem pengendalian koperasi juga perlu terus kita tingkatkan. Hal ini mengingat masih banyaknya koperasi di Indonesia dalam situasi nonaktif, tetapi memiliki potensi usaha yang sangat baik. Saat ini Indonesia juga menghadapi tantangan kedua di bidang perkoperasian, yaitu memperbanyak jumlah koperasi berkelas dunia.
Koperasi kelas dunia dapat berarti dua hal. Pertama, koperasi yang mampu bersaing dengan perusahaan multinasionalyangberoperasidi pasar domestik. Kedua, koperasi yang memiliki cakupan aktivitas di luar wilayah Indonesia baik dalam hal ekspor, impor maupun investasi. Untuk dapat menjawabkeduatantangantersebut, pemerintah terus menyediakan sejumlah fasilitas tidak hanya permodalan, penyuluhan, manajemen, tetapi juga potensi pengembangan teknologi dan informasi sehingga kapasitas koperasi dapat ditingkatkan sejajar dengan entitas usaha lain di dunia.
Dalam memediasi going global koperasi nasional, pemerintah tidak hanya memonitor perkembanganunit- unitusahakoperasi, tetapi juga melakukan sejumlah uji pemeringkatan demi memicu koperasi untuk terus mengembangkan diri dan mendapat kesempatan memperluas baik pasar maupun kapasitasnya. Beberapa waktu lalu, Koperasi Indonesia (KWSG) membuktikan diri mampu menempati peringkat ke-233 dari 300 koperasi terbaik dunia pada forum International Co-Operative Alliance(ICA) Global 300 bulan November 2013. Tentunya hal ini menjadi kabar positif bagi pengembangan sektor perkoperasian nasional.
Tidak hanya itu, dalam beberapa tahun ke depan koperasi dihadapkan pada fenomena integrasi ekonomi global yang juga menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Untuk itu, pemerintah mencanangkan sepanjang 2012-2017 sebagai gerakan revitalisasi dan kebangkitan koperasi serta mendorong kontribusi yang lebih besar dari koperasi terhadap proses pembangunan yang sedang berjalan.
Kontribusi koperasi dalam struktur dan kultur perekonomian perlu untuk terus ditingkatkan tidak hanya dalam rangka mendorong peng-usahaan bersama, tetapi juga untuk menjadi solusi nasional atas sejumlah soal mulai dari penanganan kemiskinan, pengangguran, dan peningkatan kesejahteraan. Kita tentunya sangat mendambakan koperasi sebagai napas perekonomian nasional sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dapat terus berkembang dan menjadi motor pembangunan nasional.
Kontribusi dan peran strategis koperasi ini dengan sendirinya akan membantu perluasan kesejahteraan, mereduksi kesenjangan, dan menghadirkan pembangunan yang berkeadilan dan berkualitas. Semoga geliat sektor perkoperasian nasional saat ini dapat menjadi momentum kebangkitan koperasi nasional di tengah ketidakpastian dan runtuhnya premis-premis ekonomi lainnya. Koperasi tentu saja berpotensi menjadi salah satu solusi global masa depan.

Permasalahan yang dihadapi Koperasi di Indonesia

Kenyataan dewasa ini menunnjukkan, bahwa koperasi di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk menjalankan perannya secara efektif. Hal ini disebabkan koperasi masih menghadapi hambatan structural dalam penguasaan factor produksi khususnya permodalan.
Kelangkaan modal pada koperasi menjadi factor ganda yang membentuk hubungan sebab akibat lemahnya perkoperasian di Indonesia selama ini. Hubungan tadi menjadi lingkaran setan yang membelit dan semakin memperlemah koperasi. Upaya untuk memutus lingkaran setan ini tak dapat diserahkan pada mekanisme pasar, tapi harus dillakukan melalui upaya terobosan structural dalam bentuk restrukturisasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.
Restrukturisasi penguasaan factor produksi di anataranya dilakukan melalui pemberian akses yang lebih besar kepada koperasi untuk mendapatkan modal. Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat penguasaan modal dengan tingkat pemanfaatan hasil pembangunan. Dengan akses yang lebih besar terhadap modal, koperasi diharapkan dapat menikmati perolehan pembangunan secara lebih besar pula. Secara mikro, dengan modal yang memadai maka anggota koperasi dapat meraih manfaat yang lebih besar atas kegiatan dan usaha koperasi. Dengan demikian, anggota diharapkan bekemampuan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Koperasi di Indonesia, anggotanya sebagian besar masih terdiri dari masyarakat yang tingkat ekonomi dan pengetahuannya rendah. Kehadirannya sering dikaitkan dengan sebuah organisasi yang hanya member pinjaman pada anggotanya. Jika keadaan ini tetap dibiarkan, maka selamanya koperasi akan sulit untuik berkembang pesat. Perkembangan koperasi di Negara-negara maju, karena masyarakatnya memiliki anggapan bahwa koperasi merupakan sebuah organisasi modern, yang setara dengan perusahaan swasta lainnya dan perusahaan miliki Negara (BUMN di Indonesia). Justru sebaliknya di Indonesia, koperasi masih dianggap sebagai wadah yang mempunyai semangat tradisional, dan identik dengan golongan ekonomi lemah.
Hambatan lain bagi koperasi diIndonesia sampai saat ini, terletak pada motif masyarakat. Kebanyakan pengurus dan anggotanya masih bermental lemah, sejak awal sudah memiliki niat jelek terhadap koperasi, dimana kepentingan pribadi lebih diutamakan dibandingkan dengan kepentingan kelompok dan kepentingan sosialnya.
Dari sisi manajemen, koperasi di Indonesia kebanyakan memiliki manajemen kekeluargaan dan berorientasi taktis jangka pendek. Manajemen koperasi sebaiknya dikembangkan secara modern sejak dari awal, dan harus diarahkan pada orientasi strategic. Gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasi berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memamanfaatkan peluang usaha. Dan lebih penting harus ditumbuhkan semangat kewirakoprasian dari seluruh jajaran koperasi, khususnya para pengurusnya. Pengurus harus memiliki kemampuan untuk menjalankan dan mengelola manajemen, berani mengambil resiko, selain mampu memanfaatkan berbagai peluang usaha.
Memang koperasi berbeda dengan badan usaha swasta. Meskipun koperasi juga merupakan badan usaha tetapi memiliki karakteristik tersendiri. Ada beberapa hal yang dikambing hitamkan sehubungan dengan tidak berkembangnya koperasi. Dan karakteristik koperasi itulah yang di anggap penyebabnya. Yang Pertama, fungsi social dari koperasi. Pandangan bahwa fungsi social koperasi merupakan hambatan, sebenarnya itu keliru besar. Justru fungsi social meerupakan dasar berpijak yang kokoh untuk memperjoangkan kepentingan anggota secara bersama-sama. Mungkin ini terlalu idealis, namun jelas bukan uthopis. Yang Kedua, Azas dan sendi dasar, koperasi berazaskan kekeluargaan dan untuk kepentingan bersama sering dianggap sebagai suatu hambatan yang mengurangi ruang gerak individu di dalam koperasi. Ini juga kurang tepat, karena memperjoangkan kepentingan bersama yang dilakukan sedcara kekeluargaan akan lebih kuat daripada sendir-sendiri. Koperasi memang didirikan bukan hanya untuk kepentingan sendir, tetapi juga untuk kepentingan bersama, seperti yang terkandung dalam gerakan koperasi di Jerman, yang berbunyi “Fur Alle, Alle fur einen”.
Salah satu masalah yang spintas lalu sederhana, tetapi tidak jarang menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat tajam adalah mengenai “keuntungan” pada koperasi. Dipihak lain, koperasi lebih menekankan pada upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan anggota-anggotanya atau memperjuangkan kepentingan bersama. Mestinya kedua hal tersebut tidak perlu dipertentangkan, sebab jika koperasi tidak untung, maka sudah tentu tidak dapat mensejahterakan para anggotanya. Jadi sebagai organisasi usaha koperasi harus mengejar keuntungan sebagaimana perusahaan lainnya. Tetapi jangan dibalik, bahwa perkumpulan koperasi didirikan angota-anggotanya dengan tujuan mencari keuntungan. Orang-orang yang mendirikan koperasi adalah orang-orang yang secara bersama-sama, sadar dan berusaha meningkatkan kesejahteraan mereka.


Daftar Pustaka :

0 comments:

Post a Comment

RagMuthSa. Powered by Blogger.