Pada dasarnya lembaga
koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk
berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan
ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas
menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena
tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya,
tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya.
Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan
tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong
diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa
esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski
belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi
bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan
diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Keberadaan
koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah
lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November
2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit
lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang
aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT)
hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan
anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif
sebesar 43.703 unit.
Namun uniknya, kualitas
perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi
dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang
paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja.
Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi
koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut
Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya
yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia
usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa
koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan
ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar,
terutama Pemerintah, masih sangatbesar.3Jadi, dalam kata lain, di Indonesia,
setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi
yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga
lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di
negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di
dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi
bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar
kepentingan generiknya.
Di Indonesia pengenalan
koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan
penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri
mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947
melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih
unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman
penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan
yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah
kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi
(Soetrisno, 2003).
Lembaga koperasi sejak
awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus
diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi
oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan
bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri,
kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral
lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama
pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang
mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih,
organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. Keberadaan
koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah
lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November
2001, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM),
jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit
lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-5November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi
yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT)
hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan
anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak
aktif sebesar 43.703 unit. Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu
menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar
kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar
berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara
mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza
(2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang
sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha
dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi
dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan
koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah,
masih sangat besar.
Dari hasil survey
kondisi koperasi di Indonesia saat ini sangat memperihatinkan. Sebanyak
27 persen dari 177.000 koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar 48.000
koperasi kini tidak aktif. Hal itu mengindikasikan kondisi koperasi di
Indonesia saat ini masih memprihatinkan. “Angka koperasi yang tidak aktif
memang cukup tinggi. Saat ini jumlah koperasi di Indonesia ada sekitar 177 ribu
dan yang tidak aktif mencapai 27 persen,” jelas Guritno Kusumo, Sekretaris
Kementerian Koperasi dan UKM. Ia mengatakan, ada bebeapa faktor penyebab
banyaknya koperasi tidak aktif, di antaranya pengelolaan yang tidak
profesional. Namun demikian hingga kini kementerian masih melakukan pendataan
untuk mengetahui hal tersebut. Dalam hal ini, kementrian terus melakukan
pengkajian. Rencananya koperasi yang tidak sehat tersebut akan dipilah sesuai
kondisinya. Namun bila sudah tidak ada pengurusnya, koperasi yang tidak aktif
tersebut akan dibubarkan.
MASALAH KOPERASI DI INDONESIA
Masalah-masalah koperasi yang ada di Indonesia
adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan
dalam Makro ekonomi (ekonomi politik)
Indonesia adalah satu
dari sedikit negara yang memiliki Departemen Koperasi (Depkop). Karena tidak
semua negara itu mempunyai Depkop tersebut. Hal itu terjadi karena adanya
kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah
gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka
koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal
itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu
Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh
pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu,
lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka
berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa
(KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD
bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi
justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah
peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya pada koperasi.
Hal lain yang
menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih
terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk
“membina” gerakan koperasi. Penulis sungguh tidak mengerti mengapa istilah
membina tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi,
koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk
memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma)
membina sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu dibina, apalagi
dengan fakta bahwa pembinaan pemerintah selama ini tidak efektif. Yang
diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha, untuk akses memperoleh
modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).
2. Permasalahan
dalam Mikro ekonomi, di antaranya adalah :
Ø Masalah
input. Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan
untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh
adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses
memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan
koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisisen dan
selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi. Pada sisis input sumber daya
manusia, kopearsi mengalami kesuliatan untuk memperoleh kualitas manajer yang
baik. Dan disisnilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu
modal manusia yang baik bagi koperasi.
Ø Masalah
output, distribusi dan bisnis. Kualitas output koperasi tidak
distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar.
Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumber
daya manusia). Mapping Product Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM)
dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan
permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam
banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif
sehingga sulit untuk di pasarkan.Distribusi, Pemasaran dan Promosi
(Bisnis). Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang
dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak
memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya
tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis
menjalankan kegiatan usahanya.Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk
menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah
itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat,
sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan
sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena
keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan
promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti
diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk
yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat
dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan
efektif (effective demand).
3. Permasalah
Internal, di antaranya adalah :
Ø Kurangnya
tenaga profesional yang memang diakui dalam Perkembangan Koperasi Pegawai
Republik Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan baik internal maupun
eksternal. Salah satu permasalahan internal yaitu masih kurangnya tenaga
profesional yang menangani Koperasi Pegawai Republik Indonesia Tersebut. Masih
banyak tantangan dan permasalahan yang kita hadapi dalam memajukan Koperasi
Pegawai, Baik masalah internal maupun permasalahn eksternal. Dari kurangnya
tenaga yang profesional menangani ini maupun permasalahan lain yang harus di
benahi bersama. Belum lagi ada persaingan yang timbul dari berkembangnya usaha
sejenis koperasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu membentuk
wadah-wadah yang ada dibawah kepengurusan Korpri dengan memberikan pemahaman,
pelatihan dan penyuluhan kepada yang ada dibawah naungan koperasi tersebut.
Ø Adanya
pemikiran limiting belive yang menurut istilah dalam pesikologi
adalah mengenai sebuah pemikiran yang berkecederungan negatif dan yang dibentuk
oleh belenggu keyakinan keliru. Secara umum limiting belive juga telah
membelenggu perkembangan seluruh koperasi di tanah air. Bayak orang tidak
percaya bahwa koperasi bisa berkembang sebagai perusahaan yang mampu menjamin
kesejahteraan manajer atau karyawannya. Untuk itu, pemahaman tentang koperasi
sangat diperlukan dengan cara memberikan study oleh pemerintah.
Permasalahan yang
dihadapi koperasi pun beragam pada era globalisasi ini dari masalah internal
koperasi atau masalah eksternal koperasi,dan bukan hanya itu saja masalah yang
dihadapi perkoperasian di Indonesia, masalah permodalan koperasi, dan masalah
Re-generasi dalam pengurusan koperasi tersebut diantaranya :
a. Terlalu
banyak pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas.
b. Pengurus
koperasi merupakan tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini
menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi
berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
c. Adanya
ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya.
d. Terbatasnya
dana mengakibatkan tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin),
padahal teknologi berkembang pesat hal ini mengakibatkan harga pokok yang
relative tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi.
e. Administrasi
kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data
untuk pengambilan keputusan tidak lengkap, demikian pula data statistis
kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan.
f. Kebanyakan
anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak
berhutang kepada koperasi.
g. Dengan
modal usaha yang relative kecil maka volume usaha terbatas, akan tetapi bila
ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu
menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang
tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
4. Permasalahan
Eksternal diantaranya adalah :
a. Bertambahnya
persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha
yang sedang ditangani oleh koperasi.
b. Karena
dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan
usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu
disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa
mencari sendiri.
c. Tanggapan
masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang
lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan
ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengolahan koperasi.
d. Tingkat
harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarangtidak
dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru malah mebciptakan usaha.
Masalah Koperasi di Indonesia yang Sulit Berkembang dan Solusinya
Koperasi dapat disebut
sebagai gambaran pondasi dasar ekonomi bangsa Indonesia karena mempunyai dasar
azas kekeluargaan , akan tetapi kondisi saat ini tidak mudah menjalankan
kegiatan perkoperasian di Indonesia hal ini tidak dipungkiri karena banyaknya
jumlah penduduk kita yang banyak daripada tahun 1950 sampai tahun 1980 yang
pada tahun – tahun itu koperasi di Indonesia sedang tumbuh .
Permasalahan yang
dihadapi koperasi pun beragam pada era globalisasi ini dari masalah internal
koperasi atau masalah eksternal koperasi,dan bukan hanya itu saja masalah yang
dihadapi perkoperasian di Indonesia, masalah permodalan koperasi, dan masalah
Re-generasi dalam pengurusan koperasi tersebut. Dan masalah Re-generasi dalam
pengurusan koperasi tersebut. Masalah masalah koperasi secara umum adalah:
ü Koperasi
jarang peminatnya
ü Sulitnya
koperasi berkembang
ü Masalah
permodalan
ü Masalah
Internal dengan contoh sistem kerja, Re-generasi organisasi, system pengawasan
kerja koperasi dan dll. Karena masalah koperasi sangat luas dan sangat komplek
maka diperlukan sebuah ide / pemecahan masalah yang dapat membantu koperasi
untuk berkembang, dan apabila tidak segera diatasi maka akan sulit bagi kita
untuk menyelesaikan masalah tersebut pada masa mendatang karena masalah dapat
berlarut – larut dan dapat berdampak sangat negatif bagi koperasi tersebut.
Perlunya analisis masalah dapat membuka langkah – langkah untuk segera
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan terstuktur dengan baik dan dapat
langsung menyelesaikan inti dari masalah itu dengan solusi – solusi yang dapat
diterima oleh semua pengurus maupun anggota koperasi tersebut. Analisis dari
masalah – masalah koperasi diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
ü Koperasi
kurang peminat bisa dikarenakan kalah bersaing dengan lembaga – lembaga yang
bergerak dibidang pemberian modal , lembaga pemberian kredit atau lembaga
penyimapanan dana contohnya perbankan.
ü Sulitnya
koperasi berkembang bisa dikarenaka adanya faktor internal dan eksternal yang
kurang mendukung kinerja koperasi dan memungkinkan koperasi sulit berkembang
pula.
ü Masalah
permodalan bisa dikarenakan kurang kepercayaan anggota terhadap kepengurusan
koperasi yang bedampak pada proses kegiatan simpan – pinjam para anggota,
padahal itu adalah sumber dana pokok bagi perkoperasian untuk mengembangkan
usaha – usahanya untuk mencari tambahan keuntungan atau hasil usaha.
ü Masalah
Internal dengan contoh sistem kerja, Re-generasi organisasi, system pengawasan
kerja koperasi dan Dll bisa dikarenakan system kerja yang salah penerapannya
,lambatnya re-generasi pengurus dari yang tua ke yang muda dengan kriteria
bewawasan luas, intelektual tinggi .
Dari masalah dan analisis – analisis diatas maka
kita dapat mencari solusi yang tepat, contohnya sebagai berikut :
a. Karena
koperasi kekurangan peminat yang timbul karena lembaga – lembaga keuangan,
menurut saya dapat diatasi dengan member inovasi – inovasi yang dapat menarik
minat orang banyak untuk bergabung menjadi anggota, contohnya dengan mengadakan
kegiatan yang sifatnya memberi peluang usaha bagi anggota dan menambah skill
bagi anggota yang bermanfaat untuk menghasilkan pendapatan bagi mereka misal
membuka traning pembelajaran ,kursus menjahit, bercocok tanam tanaman budidaya,
cara budidaya tambak ikan , keterampilan mesin otomotif & kerajinan tangan
berupa souvernir yang laku dijual dan menghasilkan pendapatan.
b. Koperasi
sulit berkembang solusi tepat untuk masalah itu dapat berupa memperbaiki system
kerja para pengurus dan anggota serta melakukan gerakan promosi koperasi di
lingkungan sekitar untuk mendukung langkah – langkah yang direncanakan ,setelah
itu kita mencari peluang peluang untuk mengembangkan koperasi dengan cara
membuat proposal rencana usaha untuk permintaan bantuan kepada pemerintah
setempat agar rencana – rencana itu didukung baik secara fisik maupun secara
materi.
c. Solusi
untuk masalah permodalan sangat berhubungan dengan point masalah kedua, mungkin
dapat diatasi dengan melakukan joint veture atau merge dengan perusahaan yang
sama bidang usahanya ,ataupun dengan sumber daya manusia yang dimaksud adalah
pengurus koperasi biasanya mereka – mereka yang merupakan tokoh masyarakat
sehingga dapat dikatakan rangkap jabatan, tetapi dapat berdampak juga bagi
kelangsungan koperasi karena kondisi seperti inilah yang menyebabkan ketidak
fokusan terhadap pengelolaan koperasi itu sendiri, dengan contoh walaupun
diadakan rapat anggota untuk menyelesaikan masalah tetapi karena seseorang
mempunyai kuasa pasti menimbulkan rasa sungkan bagi yang lain untuk
mengutarakan idenya padahal idenya mungkin lebih bagus daripada seseorang yang
punya memberi modal tersebut. Selain rangkap jabatan biasanya pengurus koperasi
sudah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas. Perlu dilakukan pengarahan
tentang koperasi kepada generasi muda melalui pendidikan agar mereka dadat
berpartisipasi dalam koperasi. Partisipasi merupakan faktor yang penting dalam
mendukung perkembangan koperasi. Partisipasi akan meningkatkan rasa tanggung
jawab sehingga dapat bekerja secara efisien dan efektif. Untuk mendukung proses
berkelanjutan koperasi perlu re-generasi dari pengurus yang tua ke pengurus
yang lebih muda dengan cepat dan sebelumnya pengurus muda harus dibekali
pengetahuan yang luas untuk mengatasi masalah – masalah yang biasa timbul,
biasanya diberikan oleh seniornya yang sudah mempunyai pengalaman banyak,
paragraf ini sudah menjawab poin analisis masalah ke 4. Itulah sekilas masalah yang dihadapi koperasi di Indonesia dan solusi untuk
menemukan jalan keluar untuk masalah tersebut.
Daftar Pustaka :
http://khikmatulmuaidah.wordpress.com/2013/06/22/permasalahan-yang-dihadapi-perkoperasian-indonesia/
0 comments:
Post a Comment